Puasa para Rasul (Apostles’ Fast).


“Para Rasul hampir selalu berpuasa.” St. Yohanes Krisostomos (sermon 57 pada Injil Matius)

Puasa para rasul dimulai : sehari sesudah minggu pertama setelah Pentakosta yaitu peringatan segenap orang-kudus, sampai hari perayaan peringatan Rasul Petrus & Paulus.

Puasa para Rasul (The fast of the Apostles) dapat menjadi satu momentum refleksi akan hidup dan teladan dari para Rasul Kudus. Pada minggu peringatan segenap orang-kudus, Gereja merayakan peringatan hidup mereka semua yang mendahului kita, yang hidupnya menjadi teladan iman bagi kita. Perayaan yang mengingatkan kita akan para pengemban Allah yang tak terhitung jumlahnya, mereka yang menyangkali diri, mengorbankan hidupnya bagi iman yang diwariskan kepada kita sampai pada saat ini.

Aturan puasanya tentu bukan untuk tujuan, atau menjadi hukum ketat bagi umat percaya, bukan malah menjadikan kesombongan seperti orang farisi pada tiap orang yang menjalankan apa yang menjadi aturan Gereja. Melainkan adalah aturan, suatu standard, yang bermanfaat membantu umat berjuang dalam hidup beriman, bagaimanapun menurut kemampuan dan keadaan diri masing-masing umat yang hendak menjalankan.

Puasa para Rasul ini dijalankan sejak berabad-abad. Pada abad-abad awal Kekristenan. Setelah sukacita 50 hari setelah Kebangkitan Kristus (perayaan Paskah), dan setelah sukacita Pentakosta, para Rasul mulai mempersiapkan diri sebelum bertolaknya dari Yerusalem untuk menyebarkan ajaran Kristus. Menurut Tradisi Suci, sebagai bagian dari persiapan mereka (seperti yang dilakukan dalam Kis14:23), mereka berpuasa dan berdoa memohon kepada Allah bagi kekuatan dan pemeliharaan selama dalam misi mereka.
Dalam Kitab Injil sinoptik, ada tertulis ketika kaum farisi mengkritik para Rasul mengapa tidak berpuasa, Kristus berkata kepada mereka,
“Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”(Mat9:14-15). Dalam hal ini, Kristus hendak menunjuk pada peristiwa penyaliban yang akan dijalaniNya; namun dalam arti lebih luas dimengerti sebagai keadaan saat KenaikanNya ke surga, dan perintahnya mewartakan Injil, yang hanya akan dapat terlaksana bersama doa dan puasa.

Terkait puasa para Rasul ini, ada beberapa kesaksian diantaranya dari St. Athanasius Agung, St. Ambrose dari Milan, St. Leo Agung.
Puasa para Rasul ini tidak seketat puasa agung (pra-paskah) ataupun puasa dormitio (peringatan tertidurnya Theotokos). Dalam puasa para Rasul ini, sebagai contoh, dalam sebuah biara goa di Kiev (dibawah Metropolitan George, th 1069-1072), mengatur berpantang daging dan produk susu selama masa puasa para Rasul.

Suatu nasehat dari St. Yohanes Kasianus*) yang sekiranya akan bermanfaat, demikian:
“Aku terlebih dahulu akan berbicara tentang pengendalian (keinginan) perut, lawan dari kerakusan, juga tentang bagaimana berpuasa dan apa serta seberapa banyak kita makan. Aku tidak akan mengatakan apapun dari diriku sendiri, tapi hanya apa yang telah aku terima dari para bapa suci. Mereka tidak hanya memberikan kita suatu arahan untuk berpuasa ataupun suatu standard dan ukuran dalam makan, karena tidak semua orang memiliki kekuatan yang sama; usia, penyakit atau keadaan tubuh membuat perbedaan-perbedaan. Namun mereka telah memberikan kepada kita suatu maksud: untuk menghindari makan-berlebih dan menuruti nafsu perut kita… Suatu arahan yang jelas bagi penguasaan-diri diturunkan oleh para bapa ialah demikian: “berhentilah makan ketika masih merasa lapar dan jangan lanjutkan sampai engkau merasa kenyang.””

*) St. Yohanes Kasianus ialah seorang rahib kelahiran Romania (abad 4/5) yang menjalani kehidupan monastik ketat, dikenal banyak menulis tentang kehidupan monastik.

____
Referensi :
www.pravoslavie.ru/english/77574.htm

www.pravoslavie.ru/english/62494.htm

www.pravmir.com/apostles-fast/

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Apostles%27_Fast

Tinggalkan Balasan