+ Diperingati pada 8 Maret / 23 Februari (Kalender Gereja)
St. Polikarpus, Uskup Smyrna, yang “berbuah dalam setiap pekerjaan baik” (Kol. 1:10), lahir pada abad pertama, dan tinggal di Smyrna di Asia Kecil. Dia yatim piatu pada usia dini, tetapi atas arahan seorang malaikat, dia dibesarkan oleh janda saleh Kallista. Setelah kematian ibu angkatnya, Polikarpus memberikan harta miliknya dan mulai menjalani kehidupan yang suci, merawat orang sakit dan orang lemah. Dia sangat menyukai dan dekat dengan St. Bucolus, Uskup Smyrna (6 Februari). Dia menahbiskan Polikarpus sebagai diakon, mempercayakan kepadanya untuk memberitakan Firman Allah di Gereja. Dia juga menahbiskannya ke jenjang imamat kudus.
Rasul Suci Yohanes sang Theolog masih hidup pada saat itu. St. Polikarpus sangat dekat dengan St. Yohanes, dan kadang-kadang menemaninya dalam perjalanan kerasulannya.
Sesaat sebelum kematiannya, St. Bucolus menyatakan keinginannya agar Polikarpus diangkat menjadi Uskup Smyrna. Ketika St. Polikarpus ditahbiskan sebagai uskup, Tuhan Yesus Kristus menampakkan diri kepadanya. St. Polikarpus menuntun kawanannya dengan semangat kerasulan, dan dia juga sangat dicintai oleh para klerus. St. Ignatius, Pengemban Allah dari Antiokhia (20 Desember) juga sangat menghormati dia. Saat berangkat ke Roma di mana hukuman mati menunggunya, ia menulis kepada St. Polikarpus, “Seperti keadaan angin kencang dan badai kapal memerlukan pengemudi – untuk mencapai daratan, demikian juga dimasa ini diperlukan, untuk mencapai Allah”.
Kaisar Marcus Aurelius (161-180) menduduki tahta Romawi dan memulai penganiayaan paling kejam terhadap orang-orang Kristen. Orang-orang kafir menuntut agar hakim mencari St. Polikarpus, “bapa semua orang Kristen” dan “penggoda seluruh Asia.”
Selama masa ini, St. Polikarpus, atas desakan kawanannya yang gigih, tinggal di sebuah desa kecil tidak jauh dari Smyrna. Ketika tentara datang untuknya, dia pergi kepada mereka dan mengundang mereka untuk makan. Dia meminta waktu untuk berdoa, mempersiapkan dirinya sendiri untuk mati syahid. Penderitaan dan kematiannya dicatat dalam “Surat Umat Kristen Gereja Smyrna ke Gereja-Gereja Lain,” salah satu peringatan paling kuno dari literatur Kristen.
Setelah dibawa ke pengadilan, St. Polikarpus dengan tegas mengakui imannya kepada Kristus, dan dikutuk untuk dibakar hidup-hidup. Para algojo ingin memakukannya pada tiang, tetapi ia menyatakan bahwa Allah akan memberinya kekuatan untuk menanggung api, sehingga mereka hanya bisa mengikatnya dengan tali. Nyala api melingkari orang suci itu tetapi tidak menyentuhnya, menyatu di atas kepalanya dalam bentuk lemari besi. Melihat bahwa api tidak membahayakannya, para penyembah berhala menikamnya dengan belati. Begitu banyak darah mengalir dari luka ini sehingga memadamkan api. Jenazah Polikarpus kemudian dibakar. Orang-orang Kristen di Smyrna dengan penuh hormat mengumpulkan sisa-sisa relik sucinya, dan setiap tahun mereka merayakan hari kemartirannya.
Sebuah kisah St. Polikarpus telah dipelihara oleh muridnya, St. Ireneus dari Lyons, yang dikutip oleh Eusebius dalam SEJARAH GEREJA (V, 20):
“Aku masih sangat muda ketika aku bertemu denganmu di Asia Kecil di tempat Polycarpus,” tulis St. Ireneus kepada temannya Florinus, “tetapi aku masih dapat menunjukkan tempat di mana Js. Polikarpus duduk dan bercakap-cakap,dan dapat menggambarkannya berjalan, kebiasaannya dalam kehidupan, penampilan luarnya, cara bicaranya kepada orang-orang, perjalanannya bersama Rasul Yohanes, dan bagaimana dia sendiri berhubungan, bersama dengan saksi mata Tuhan lainnya, hal-hal yang dia ingat dari kata-kata orang lain. Dia juga menceritakan apa yang dia dengar dari mereka tentang Tuhan, ajaran-ajaran dan mukljizat-Nya ….
“Melalui belas kasihan Tuhan kepadaku, aku kemudian sudah mendengarkan Polikarpus dengan penuh perhatian dan menuliskan kata-katanya, bukan pada tablet, tetapi di lubuk hati saya. Karena itu, aku dapat memberikan kesaksian di hadapan Allah, bahwa jika Penatua yang diberkati dan apostolik ini mendengar sesuatu yang serupa dengan kesalahanmu, dia akan segera menghentikan telinganya dan mengungkapkan kemarahannya dengan ungkapan yang biasa: Ya Allah yang baik! Bahwa Engkau mengizinkan aku hidup pada saat seperti itu! ’
Selama hidupnya, uskup kudus menulis beberapa Surat kepada kawanan domba dan surat kepada berbagai individu. Satu-satunya yang selamat sampai hari ini adalah Suratnya kepada jemaat di Filipi di mana, St. Jerome bersaksi, dibacakan di gereja-gereja di Asia Kecil pada Liturgi ilahi. Surat itu ditulis oleh orang suci sebagai tanggapan atas permintaan umat Filipi untuk mengirimi mereka beberapa surat St. Ignatius (20 Desember) yang dimiliki St. Polikarpus.
Komposer H.I.F. Bibier (1644-1704) telah menulis Sonata “Scti Polycarpi” dalam delapan terompet bagi menghormati martir suci.
_______
alih bahasa oleh : Bpk. Ireneus Endro.
ref:
https://oca.org/saints/lives/2010/02/23/100589-hieromartyr-polycarp-the-bishop-of-smyrna